Memaknai Identitas Mahasiswa
Menjadi mahasiswa tidaklah sepenuhnya menjadi kebanggan, sebagian lain adalah tantangan. Ada nilai-nilai luhur yang turut membentuk istilah itu. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke empat pasal 19, Mahasiswa adalah sebuah sebutan akademis untuk siswa/murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya. Kata “Maha” berarti tinggi, paling, sementara “Siswa” berarti pelajar, subjek (bukan objek) pembelajaran. Begitu singkatnya bila diartikan secara harfiah. Sehingga dalam pengertian dari segi bahasa, Mahasiswa lebih kurang bearti pelajar yang tinggi (dalam hal ilmu) atau pelajar yang telah mencapai jenjang pendidikan tinggi (Universitas). Dari sebuah pendefinisian sederhana ini dapat dijelaskan bahwa sebenarnya menjadi mahasiswa adalah menjadi pelajar yang tinggi dalam hal ilmu, peran, dan kemudian berakumulasi pada tingginya tanggung jawab yang diemban.
Pemaknaan mahasiswa menjadi penting untuk dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri. Secara umum, mahasiswa memiliki tiga peran pokok yakni: (1) peran moral, (2) peran sosial, dan (3) peran intelektual. Pertama, peran moral adalah bahwa mahasiswa memiliki hak untuk menentukan sendiri kehidupannya. Disinilah dituntut rasa tanggung jawab kepada diri sendiri atas konsekuensi dari apa yang telah menjadi pilihannya. Kedua, peran sosial adalah bahwa segala perilaku dan tindakan yang dilakukan mahasiswa tentu memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Maka selain pada diri sendiri, mahasiswa juga dituntut untuk mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada lingkungan masyarakat sekitar. Terakhir, peran intelektual adalah bahwa mahasiswa sebagai insan cendikia dituntut untuk dapat mengaplikasikan ilmunya ke dalam kehidupan masyarakat secara nyata.
Mahasiswa kerap pula digadang-gadangkan sebagai agen perubahan (agent of social change). Tentu saja bukan atribut tanpa makna. Gelar yang disandang mahasiswa ini membawa konsekuensi serius dalam kehidupan bermasyarakat. Mahasiswa –dalam perspektif masyarakat– adalah kaum terdidik yang mampu menjadi motorik (penggagas sekaligus penggerak) perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Maka dengan demikian, pengharapan masyarakat akan kontribusi nyata mahasiswa begitu besar. Ini kemudian menjadi pertanyaan, sejauh mana kita (sebagai mahasiswa) berperan serta dalam upaya penyelenggaraan perubahan sosial masyarakat? Pertanyaan yang hanya dapat dijawab oleh masing-masing penyandang gelar itu sendiri.
Menyoal kontribusi mahasiswa dalam masyarakat, mahasiswa mengenal apa yang disebut sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Pembelajaran memang menjadi konsekuensi logis dari seorang pelajar. Sementara penelitian dilakukan untuk melengkapi proses pembelajaran itu sendiri. Sedangkan pengabdian masyarakat adalah akumulasi dari proses pembelajaran dan penelitian yang bersifat aplikatif
Proses belajar diantara sekat ruang kuliah saja dirasa tidak cukup mampu untuk menggali besarnya potensi mahasiswa. Perlu pengembangan potensi diri diluar ranah akademis yang disebut dengan soft skill. Keberadaan organisasi kampus menjadi penting untuk menunjang pengembangan kemampuan non-akademis mahasiswa. Berorganisasi dapat disama-artikan dengan belajar mengasah kemampuan kepekaan terhadap sekitar dan meningkatkan kepedulian dengan sesama sebagai bagian dari masyarakat yang terintegritas. Banyak hal yang didapat dari organisasi. Melalui keikutsertaan dalam organisasi, mahasiswa (secara bersama-sama) melakukan eksplorasi potensi baik dalam hal kepemimpinan, publick speaking, kerja sama, dan banyak hal positif lain yang membantu mahasiswa untuk lebih siap terjun dalam masyarakat. Kelak, mahasiswa benar-benar mampu menjadi senyatanya agen perubahan sosial yang aktif dan kontributif baik dalam tindakan maupun pemikiran.
Entah seperti apa perasaan kawan-kawan saat ini. Mungkin bangga, senang, atau apapun itu, yang pasti identitas mahasiswa dengan segala peran dan tanggung jawabnya telah melekat pada diri kita. Pahami peran dan Tanggung jawab sebagai mahasiswa, bersiaplah untuk turut ambil bagian sebagai penggagas dan penggerak perubahan dengan segenap ilmu yang diperoleh, baik hard skill maupun soft skill.
Pada akhirnya,mengibaratkan mahasiswa adalah sebuah telur. Apakah embrio dalam sebuah telur tadi akan mampu berkembang dan kemudian menetas atau justru mandek, mengalami stagnansi, dan tetap terbungkus rapat dalam cangkang hingga akhirnya membusuk? Semua ditentukan dari proses kehidupan mahasiswa itu sendiri, dari awal hingga lulus nanti. Jangan hanya terkekang oleh kegiatan akademis, sisihkan waktu untuk berorganisasi dan menetaslah! Salam luar biasa dashyat dan siap menang!
PERAN FUNGSI DAN POSISI MAHASISWA
Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan berbagai potensi dan
kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa
hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi
terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya
hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki
tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri
dari masyarakat. Oleh karena itu perlu dirumuskan perihal peran, fungsi, dan
posisi mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan kontribusi mahasiswa
tersebut.
1. Peran Mahasiswa
1.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Dalam konsep Islam sendiri, peran
pemuda sebagai generasi pengganti tersirat dalam Al-Maidah:54, yaitu pemuda
sebagai pengganti generasi yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan
dicintai, lemah lembut kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap
kaum kafir.
Sejarah telah membuktikan bahwa di
tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi,
kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah
kondisi bangsa.
Lantas sekarang apa yang kita bisa
lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut
? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai
pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa
untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi
sebelumnya.
Lalu kenapa harus Iron Stock ?? Bukan Golden Stock saja, kan lebih bagus dan mahal ??
Mungkin didasarkan atas sifat besi itu sendiri yang akan berkarat dalam jangka
waktu lama, sehingga diperlukanlah penggantian dengan besi-besi baru yang lebih
bagus dan kokoh. Hal itu sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki keterbatasan
waktu, tenaga, dan pikiran.
1.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”
Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa
berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya
adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga ??” Untuk menjawab pertanyaan
tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu
berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal
tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut
haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.
Sedikit sudah jelas, bahwa nilai
yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak ada
keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme,
nilai itu haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha
Mengetahui.
Selain nilai yang di atas, masih
ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh
mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari kebenaran ilmiah. Walaupun
memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan representasi dari kebesaran dan
keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa
harus mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber
dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga
di masyarakat.
Pemikiran Guardian of Value yang berkembang
selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada sebelumya, atau
menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kesigapan, dan lain sebagainya.
Hal itu tidaklah salah, namun apakah sesederhana itu nilai yang harus mahasiswa
jaga ? Lantas apa hubungannya nilai-nilai tersebut dengan watak ilmu yang
seharusnya dimiliki oleh mahasiswa ? Oleh karena itu saya berpendapat bahwa Guardian of Value adalah penyampai,
dan penjaga nilai-nilai kebenaran mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh
berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu sendiri. Watak ilmu sendiri
adalah selalu mencari kebanaran ilmiah.
Penjelasan Guardian of Value hanya sebagai
penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki kelemahan yaitu bilamana
terjadi sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah bergeser tersebut sudah
terlanjur menjadi sebuah perimeter kebaikan di masyarakat, maka kita akan
kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai itu sendiri.
1.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”
Mahasiswa sebagai Agent of Change,,, hmm.. Artinya adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, “Kenapa harus ada perubahan ???”. Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita pandang kondisi bangsa saat ini. Menurut saya kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal, dimana banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini. Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.
Perubahan merupakan sebuah perintah
yang diberikan oleh Allah swt. Berdasarkan Qur’an surat Ar-Ra’d : 11, dimana
dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu
keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang
yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung,
sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang
merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita
lakukan.
Mahasiswa adalah golongan yang
harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa
merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang
status mahasiswa, dan dari
jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang
peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang
telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka
tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah.
Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat
dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan
kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik
seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal,
mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan
menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan
selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang
mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa
mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang
diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal
tersebut.
Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu
dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam
perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat
metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri
sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita
harapkan, yaitu bangsa ini.
2. Fungsi Mahasiswa
Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang ;
- Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
- Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
- Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat
Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut,
dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan
akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi
mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu :
memiliki sense of crisis, dan selalu
mengembangkan dirinya.
Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan
kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini
akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu
selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu
tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi
dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Insan akademis harus selalu mengembangkan
dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi
tantangan masa depan.
Dalam hal insan akademis sebagai orang
yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa
sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu
sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah
menjaga nilai kebenaran tersebut.
3. Posisi Mahasiswa
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan
potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan
dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis,
dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan
lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki
posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke
pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas
segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan
sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat,
dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis
masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang
terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam
menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke
masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa
diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil
oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak
salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus
“menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut
agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab
mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat
sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat
yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak
sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan
watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang
adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.
Mengenai posisi mahasiswa saat ini saya
berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya “elit” sehingga
terciptalah jurang lebar dengan masyarakat. Perjuangan-perjuangan yang
dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya, sehingga masyarakat sudah
tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi. Sedangkan golongan-golongan
atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah tidak ada lagi kesamaan
gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri sendiri dan tidak lagi “satu
nafas” bersama rakyat.
UNTUK TUHAN, BANGSA, DAN
ALMAMATER
Ya Tuhan satukan kami dalam ikatan yang Engkau Ridhoi
dan semoga Berkat dan Rahmat Tuhan melimpahi perjuangan kita semua, Aamiin!
sumber :
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar